Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا رأَيْتُم المدَّاحينَ فاحثُوا في وجوهِهم التُّرابَ
“Jika Engkau melihat orang yang memuji, maka taburkanlah debu di wajahnya” Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (5770), Ahmad (5684), Al-Baihaqi (4867) dan Ath-Thabrani (12/434)
Salah satu hadits yang sering dirujuk untuk melarang memberikan pujian kepada orang lain di hadapannya
Jadi perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk menaburkan debu di wajah orang yang memberikan pujian kepada kita merupakan petunjuk bahwa kita tidak boleh merasa senang dengan pujian dari orang lain, sekaligus hal ini dipercaya merupakan larangan memberikan pujian kepada orang lain di hadapannya.
Sedangkan salah satu hadits yang sering dirujuk untuk membolehkan memberikan pujian kepada orang lain di hadapanya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Amir bin Sa’d radhiallahu ‘anhu sebagai berikut:
سمعت أبِي يقول: ما سمعت رسول الله صلَّى الله علَيه وسلم يقول لحي يمشي، إنه في الْجنّة إلا لعبد الله بْن سلام
Artinya: “Aku mendengar ayahku berkata, ‘Aku belum pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seseorang yang berjalan di muka bumi ini bahwa dia adalah calon penghuni surga kecuali kepada ‘Abdullah bin Salam’” Diriwayatkan oleh Muslim (2483).
Jadi ketika Rasulullah memuji kesalehan ‘Abdullah bin Salam dengan menyebutnya sebagai calon penghuni surga tentu saja hal itu merupakan pujian yang luar biasa kepada sahabat tersebut. Sekali lagi hadits ini diyakini menjadi dasar diperbolehkannya memberikan pujian kepada orang lain.
Menengahi perbedaan pendapat tentang boleh tidaknya memberiakan pujian kepada orang lain berdasarkan hadits-hadits di atas, Imam Nawawi Rahimahullah menjelaskan sebagai berikut:
قال العلماء : وطريق الجمع بينها أن النهي محمول على المجازفة في المدح ، والزيادة في الأوصاف ، أو على من يخاف عليه فتنة من إعجاب ونحوه إذا سمع المدح. وأما من لا يخاف عليه ذلك لكمال تقواه ، ورسوخ عقله ومعرفته ، فلا نهي في مدحه في وجهه إذا لم يكن فيه مجازفة ، بل إن كان يحصل بذلك مصلحة كنشطه للخير ، والازدياد منه ، أو الدوام عليه ، أو الاقتداء به ، كان مستحبا . والله أعلم
“Para ulama mengatakan, cara untuk mengompromikan hadits-hadits seperti itu adalah (dengan memahami) larangan itu berlaku jika mengandung risiko atau bahaya bagi orang yang dipuji, berlebihan dari kenyataannya, atau pujian itu ditujukan kepada orang yang dikhawatirkan tertimpa fitnah berupa ujub dan semacamnya ketika mendengar pujian itu. Adapun orang yang tidak dikhawatirkan akan mengalami hal seperti itu bahkan akan termotivasi untuk menyempurnakan ketakwaannya, meneguhkan akal dan pengetahuannya, maka tidak ada larangan memujinya di hadapan orang itu dengan catatan pujian itu bukannya membahayakannya, tetapi malahan membuahkan kemaslahatan seperti timbulnya kebaikan dan peningkatannya, atau kebaikan yang terus menerus, atau menumbuhkan keteladanan, maka pujian seperti itu dianjurkan (Lihat Imam an-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, [Muassasah Qurthubah, 1994]), Cetakan 2, Juz 18, hal. 170.
Wallahu Ta’ala A’lam
Haji umroh sesuai sunnah bersama hudaya safari tour & travel. Informasi lebih lanjut di WA Center Kami https://wa.me/6282112135575 atau kunjungi https://www.hudayasafari.com. Ikhtiar Anda Ke Tanah Suci, Adalah Semangat Bagi Para Da’i.